Saturday, May 4, 2013

Bidadari Ciheleut


Pagi buta sudah memanggil aku untuk segera keluar dari dunia mimpi. Bulir embun pagi yang menjadi akseoris di setiap lambaian dedaunan. Kicau burung yang selalu menyambut kedatangan sang surya terdengar sangat merdu. Perlahan sang surya pun menampakan parasnya menandakan bahwa lembaran baru telah dimulai.
       Akhirnya aku mulai membuka mata, dan sepertinya mataku masih menyiratkan semua mimpi ku semalam. Dengan sekuat hati aku pun beranjak dari tempat tidur, aku berjalan menuju sebuah jendela di sudut kamar. Perlahan Ku buka jendela, dan aroma pagi yang begitu semerbak langsung menghampiri saluran pernafasan ku. Pagi itu sangat indah hingga mampu membuat wajah yang masih mengantuk ini menyimpulkan sebuah senyuman.
       “Pagi dunia..” gumam ku.
       “Kenzo, sudah siang, nak. Katanya kamu mau ke kampus nyerahin tugas-tugas kamu?” suara lembut itu terdengar dari seberang daun pintu kamarku. Ya itu lah sesosok wanita paruh baya yang selalu menjadi bidadari ku. “oh iya mam, Kenzo udah bangun kok. Kenzo mandi dulu ya mam.” Jawab ku dengan suara yang masih setengah parau. Aku pun berjalan menyusuri anak tangga untuk mengambil sebuah handuk yang dijemur Mama di teras belakang. Setelah itu aku bergegas menuju kamar mandi dan langsung merasakan air yang mengalir lalu meresap ditubuh ini. Sejuk dan membuat aku siap untuk menjalani hari ini.
       Ketika aku berjalan menuju garasi, sebuah benda berbulu lembut dan hangat terasa dikaki ku. Ternyata Jojo menyapa ku dengan salam selamat pagi. Aku pun mengusap kepala anjing Siberian Husky yang diberikan papa 3 tahun lalu ketika aku berumur 16 tahun. Jojo mengusap kepalanya di bagian tulang kering ku. Dan aku berpamitan dengan jojo,  tanpa buang waktu aku mulai menyalakan mesin mobil meninggalkan jejak dari kediaman ku.
       Jalan sudah terlihat agak ramai karena jam yang sudah menunjukan pukul 07.30. but you know my heart is true oohh I can’t stop loving you.. lagu yang menyundut semangatku pagi ini terdengar mengiringi perjalanan ku menuju sebuah kampus yang terletak di tengah kota. Insitut Pertanian Bogor, di situ lah tempat ku sehari-hari untuk memperdalam ilmu ku tentang ilmu matematika dan ilmu pengetahuan alam. Pagi ini aku harus menyerahkan makalah tentang aljabar dasar.
       “Ya, makalah mu saya terima, akan saya baca nanti. Untuk melihat hasilnya silahkan lihat hari Senin pagi di mading dekat ruang administrasi.” Suara tegas itu berasal dari dosen pembimbing ku, pak Doni. “Baik pak, terimakasih. Saya permisi dulu.” Aku membungkukkan badan dan keluar dari ruangannya.
       Tut… tut… tandanya telepon telah tersambung, aku menghubungi seseorang diseberang. “Hallo Der dimana lo? Gue dikampus nih, sini dong. Oh iya nanti siang temenin gue ke gramed botani ya, pengen cari komik naruto terbaru nih. Oke? BĂȘte gue dirumah, nanti abis dari gramed gue traktir sop buah Pak Ewok deh..” Ucapku sepanjang gerbong kereta kepada Deri, sahabat akrab ku sejak kecil. “Ya udah, tunggu gue mandi ya, tunggu dikantin aja di tukang batagor.” Deri yang sepertinya terbangun kaget karena ada telepon dari ku itu langsung memutus sambungan teleponnya. Tandanya aku harus segera meluncur ke kantin kampus tepatnya di tukang batagor favorit aku, Deri, dan.. Sonia, masa lalu ku. Aku memesan sepiring batagor dan segelas cappuccino hangat untuk mengganjal perutku yang keroncongan. Jam sudah menunjukkan pukul 08.45 tetapi Deri belum muncul juga, tiba-tiba terdengar suara yang masih terdengar seperti anak-anak tepat dibelakang daun telinga ku. Aku menoleh kebelakang dan ternyata itu adalah Sonia. Sonia sampai saat ini masih mencoba untuk mengembalikan semua keadaan seperti dulu, disaat hati ku masih terpaut erat di hatinya. Bukan hanya sekali dua kali Sonia merajuk dan menangis di hadapan ku, iba memang, tapi apa daya. Perasaan ini sudah bukan miliknya lagi, rasa yang dulunya terasa indah kini telah berubah dan masih ada segores luka yang belum kering sejak aku mengetahui bukan hanya aku yang ada di hidupnya, selingkuh, lebih tepatnya di selingkuhi. Perlakuan yang menurutku tidak dapat di tolerir lagi.  Akhirnya aku mengakhiri semuanya tepat pada saat aku berulang tahun ke 18, dan untukku itu adalah kado terburuk yang pernah aku terima. Setahun lalu sejak kejadian itu, diri ini selalu terasa panas akibat luka bakar yang  melukai cinta ini, maksudnya cintaku. Tapi waktu pun kian berlalu dan akhirnya aku bisa meninggalkan semua kenangan itu. Dulu Sonia adalah sosok yang berharga untukku, tapi sekarang ia hanyalah sekedar hembusan angin lali, tanpa makna, tanpa cerita, dan tanpa cinta.
       “Hei Ken, sendirian aja? Aku boleh duduk disini?” Tanya Sonia sambil memasang wajah manis. Aku hanya mengangguk dan sama sekali tidak merasakan getaran apa-apa. Sudah ku tebak ia pasti terus menyerocos tentang masa lalu kita, dan mulai mendoktrin ku untuk kembali menganggap bahwa Sonia lah yang terbaik untuk ku. “Ken, aku masih sayang kamu. Aku udah gak pernah berhubungan lagi sama Dewa. Ken kita bisa kan kaya dulu? Kita mulai semua nya dari awal ken..” Jenuh rasanya aku mendengar semua perkataan yang terlontar dari mulut manisnya. Lalu aku mengeluarkan telepon genggam dari saku celana ku, dan langsung mengirimkan pesan singkat kepada Deri.
       Der buruan, males ada nenek sihir nih!
       Message Sent.
       Pucuk dicinta ulam pun tiba, akhirnya terlihat juga batang hidung Deri. “woy! Hahaha udah lama bro? eh ada Sonia, ngapain Son? Ada jam kuliah?” Ucap Deri yang berbicara pada Sonia tetapi menembak lirikan ledekan kearah ku. Aku mendengus kesal, Deri Nampak nya puas melihat ekspresi ku dan tertawa kecil. “Iya nih tapi dosen nya belom dateng, pas ke kantin eh liat Kenzo. Ya udah gue samperin Kenzo aja kesini.” Jawab Sonia sambil tersenyum kearah ku, aku hanya memasang ekspresi datar sedatar mungkin. Kiranya ada 30 menit jam ini berdetik, aku memutuskan untuk pura-pura ke toilet. Alasan belaka karena aku mulai risih sebab Sonia yang selalu merebahkan kepalanya ke pundakku. “toilet dulu ya guys, mules hehehe” aku badanku langsung melejitkan menuju toilet. Deri paham akan kelakuan ku, akhirnya ia yang meladeni Sonia. Dan… Deri sudah tau topic pembicaraan sepertinya. “Kenzo” nama ku yang selalu menjadi topic pertama mereka. “Kenzo” sekarang nama ku jadi topic kedua, “Kenzo. Kenzo. Kenzo dan Kenzo” hanya itu yang mereka bicarakan. Aku berdiri di tengah kerumunan mahasiswa dan mengintip kearah Deri, wajahnya sudah kelihatan sangat bosan. Aku tertawa kecil melihat ekspresi Deri, suntuk. Begitulah raut yang tergambar jelas diwajahnya yang maskulin itu.
Aku melihat jam tangan, waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB,  aku meghampiri Deri dan Sonia. “Der, sekarang aja yuk. Gue mau sekalian cari buku buat mata kuliahnya pak Doni nih.” Ajak ku yang disambut sumringah oleh Deri. “loh pada mau kemana? Kok ga ngajak Sonia sih?” Tanya nya manja. Dulu kemanjaannya itu membuat aku gereget tapi sekarang malah membuat ku makin hilang rasa. “ini mau nemenin Kenzo cari komik Naruto.” Jawab Deri dengan sok ramah. “yah kenapa ga siang aja sih? Kan gue bisa ikut..” rengek Sonia. “aduh Son, sorry banget nih ya siang gue ada acara jadi gue ga bisa. Lagi pula lo kan ada jam kuliah, yaa lo kuliah aja.” Jawab ku agak sedikit ketus, karena merasa semakin risih dengan sosok Sonia. “ih mau kemana sih? Kok ga bilang sama aku Ken? Dulu kamu selalu bilang sama aku.” Rasanya kepala ini ingin meledak karena sikapnya yang… ah membuat semakin muak.
“Son, kita sekarang udah ga ada hubungan apa-apa. Lo ga berhak tau semua urusan gue lagi. Hidup kita udah masing-masing. Sorry, gue udah bilang berulang kali tolong jangan ganggu gue lagi.” Aku langsung menarik Deri dan Sonia terdengar teriak memanggil nama ku berulang-ulang hingga banyak pasang mata yang melirik kearah ku. Aku tidak ingin menoleh, apa lagi membalikan badan untuk kembali dan mendengar semua  omongan Sonia. Aku bergegas meninggalkan kampus.

                                  ******
       Gramedia Sabtu siang. Toko buku ini sudah terlihat padat merayap, banyak sekali badan yang singgah disini. Ada yang membeli buku, ada yang hanya melihat dan membaca saja. Sesak rasanya di dalam ruangan di lantai dasar ini, AC yang seharusnya bisa meniupkan angin sepoi jadi tidak terasa selayaknya. Tapi demi seri terbaru komik Naruto aku rela bertahan. Deri dengan setia menemani ku berjalan menyusuri setiap rak-rak yang berisi komik.
       “Ken, gue ke starbuck ya, ngopi dulu. Mata masih berat nih, nanti kalo udah selesai, lo kesitu aja ya. Oke?” aku tersenyum dan menganggukkan kepala tanda aku setuju dengan pernyataan Deri. “siap boss, gue cari komik dulu ya.” Kami pun berpencar, Deri menuju starbuck dan aku masih tetap berada di depan beronggok-onggok komik.
       Akhirnya aku mendapatkan komik terbaru Naruto. Aku pun berjalan mencari buku-buku yang mencakup ilmu matematika dasar. Ku baca satu per satu buku-buku yang menurutku lengkap. Aku terus menjamahi isi rak tersebut dengan pandangan yang tetap terpusat pada isi rak itu. “hmm.. maaf, buku tentang ilmu hukum dimana ya mas?” suara lembut mengalun ditelinga. Aku menoleh dan langsung terperangah melihat sesosok wanita berkulit kuning langsat, berambut lurus panjang, dan bola matanya berwarna coklat muda. Ya Tuhan, betapa hebatnya Engkau telah menciptakan makhluk seindah ini. Seindah cahaya malaikat-Mu. “mas? Kok diem? Gak tau ya mas?” suara lembut itu membuyarkan lamunan ku. “eh, maaf mbak. Iya tau kok. Ada di dekat sini kok, tuh disana..” jawab ku sambil menunjuk ke satu arah yang  berjarak sekitar 5 meter dari tempat ku berdiri.
       “makasih ya mas, maaf ganggu.” Iya tersenyum sangat manis dan jantung ini rasanya berdegup lebih cepat dari biasanya. Bahkan lebih cepat dari dulu waktu aku pertama kali melihat Sonia. “iya mbak sama-sama.” Balasku dengan senyum yang paling manis menurutku. Sungguh indah ciptaan Mu Tuhan..
       Aku menghampiri sebuah sudut kotak dimana Deri berada. “Deeerrrr… gue abis liat bidadari! Gila cantik banget!” aku tak sabar menceritakan sesuatu yang sudah menggantung di lidah ini. “semangat amat yang abis liat bidadari hahaha emang ngeliat dimana? Ya ampun disini juga banyak yang bening. Kaya gitu tuh..” Deri mengarahkan telunjuknya ke seorang wanita mungil berkacamata. “ah itu  mah biasa aja, semua cewek kalah deh! Baru nih namanya bidadari.. coba aja gue..”
       Kring.. kring.. dering ponsel Kenzo yang memotong pembicaraan mereka. “hallo kenapa mam? Aku masih di botani nih.” Ternyata itu mama. “Mama titip wortel dong Ken, sama susu buat kamu, udah habis.”
       “oke mam, nanti Kenzo cariin yah. Mau titip apa lagi mam?” Tanya ku lembut. “udah itu aja deh nak, hati-hati ya. Dadah..”  mama menutup telepon.
       Aku pun melanjutkan cerita tentang bidadari itu. Rasanya mulut ini tidak ingin berhenti membicarakannya, saking serunya aku bercerita sampai tersedak. Deri tertawa terbahak-bahak sambil menepuk punggung ku. Sepertinya langit sore sudah menyapa, sebelum pulang aku terlebih dulu mencari pesanan mama. Belanjaan pun sudah lengkap, aku dan Deri kembali ke kampus untuk mengambil kendaraan.
       “Bro jadi gak Pak Ewok?” Tanya Deri yang langsung mengingatkan akan janji ku tadi. “hahaha inget aja lo, ya udah yuk langsung bawa mobil sendiri-sendiri aja ntar gue mau langsung balik.” Tiba-tiba Deri cengengesan setelah mendengar perkataan ku tadi. “gue ga bawa mobil hehe nebeng ya mas Kenzo”
       “Dasar, ya udah yuk naik. Keburu kemaleman kasian nyokap. Adik gue lagi nginep dirumah temennya.” Mobil pun berjalan ke sebuah istana nya sop buah. Sepanjang jalan senyuman wanita itu membuat pipi ini memanas dan memunculkan hasrat untuk terus tersenyum. Deri hanya bergeleng kepala saat melihat kelakuan ku seperti anak SMA kasmaran. Deri membesarkan volume music di mobil dan mulai bernyanyi bak sedang berada di konser tunggalnya.

*******
       Kriiing.. kriiing… “hallo dek? Ada apa?” Kenzi seorang gadis berumur 15 tahun dengan postur tubuh mungil, berbibir tipis dan merah. Itu adalah adik semata wayangku, sebut saja panggilannya Zizi. “Mas jemput aku dong, aku mau pulang nih. Tadi katanya papa gak bisa jemput, terus di suruh telepon mas Kenzo.” Jawab gadis yang sangat ku sayangi itu. “ya udah tunggu ya, mas anterin bang Deri dulu. Nanti mas langsung kerumah temen kamu.”
       “Der, balik yuk adik gue udah minta jemput nih. Bokap kayanya balik malem makanya ga bisa jemput doi.” Tanpa basa basi yang panjang, aku dan Deri ke kasir lalu membayar semua. Kami pun pulang melewati taman Surya Kencana, taman dimana aku dan Deri selalu membeli bubur ayam setiap minggu pagi sejak kami kelas 2 SD. Deri Indrawan, seikat raga yang selalu setia menemaniku. Suka duka bukanlah suatu hal penting untuk kami berdua. Yang sangat kami nomor satukan adalah “Kebersamaan”. Seperti janji kita 13 tahun lalu, tepat pada usia 6 tahun. “Kenzo, janji ya kita sahabat selamanya?” Tanya Deri sambil mengajak ku untuk mengikrarkan jari kelingking. “Janji Deri, janji kelingking. Yang penting kebersamaan..” aku mencoba menggapai kelingking mungil Deri. “kebersamaan..” ucap kami berdua dan mengikat dua kelingking ini dengan erat. Dan sampai saat ini jani itu selalu kami pegang teguh.
       “Ken, lo kenapa sih kayanya benci banget sama Sonia. Dulu aja lo sayang banget kayanya sama dia.” Deri mengacaukan nostalgiaku tentang 2 pria kecil yang mengikat kelingking mereka. “aduh lo apaan sih Der, kenapa harus bahas itu? Lo kan tau gue paling ga bisa tolerir kalo udah di selingkuhin. Gue juga udah flat banget sama Sonia. Stop bahas itu dong.” Tanpa gairah aku mendengar sebuah nama itu “Sonia” masa lalu yang lagi-lagi mencoba meracuni otak ku lagi. Cukup, semua hanya masa lalu. “yeee gitu aja sewot, akika sun nih..” canda Deri yang meledek dengan bibir manyun 3 cm itu. Aku bergidik geli, dan serentak kami terpingkal.
       “udah sampe nih bro thanks ya..” Deri membuka pintu mobil, dan langsung menutupnya kembali. Aku membuka jendela, selanjutnya melambaikan tangan kearah Deri bagaikan nyiur di pantai yang melambai kepada sang ombak. Selanjutnya, rumah teman Kenzi. Mobil melaju ke suatu komplek perumahan di daerah Ciheuleut, Villa Duta lebih jitunya. Berhenti lah aku disebuah rumah berpagar hitam, terlihat sangat elegan. Pilar-pilarnya penuh ukiran romawi. Jendela nya memanjang, kacanya mengkilat bersih.
       “Nanti nginep lagi ya Zi. Hati-hati” ucap Putri teman baru Zi di SMA. “Iya nanti aku nginep lagi deh salam ya buat kakak Angel, ayah, sama bunda kamu.” Balas Zi sambil memeluk Putri erat.
       Angel.. kenapa jantung ini tiba-tiba bergendang sangat cepat? Bahkan aku tidak tahu siapa itu Angel. Tapi namanya terdengar lebih dari indah. Nama yang merasuk sanubari itu langsung mengalir ke serluruh vena yang ada. Angel..
       “Mas ini Putri, sahabat baru Zizi di SMA.” Suara Zizi menjadi aral melintang ke sekian kalinya dalam lamunan ku. “oh hai Putri, aku Kenzo kakaknya Zizi. Makasih ya Zizi udah boleh nginep, maaf ya kalo ngerepotin keluarganya Putri..” Aku coba lemparkan sebuah senyuman kepada putri. “kakak kamu ganteng banget ya Zi.” Ucap Putri, yang dimatanya seperti terpancar ribuan gelembung hati berterbangan kearah ku. Aku menggaruk kepala ku yang sebenarnya sama sekali tidak gatal.
       ”Zi.. jam tangan kamu ketinggalan nih sayang..” aku melihat seberkas cahaya datang ke teras rumah bercorak romawi ini. “Eh kak Angel. Makasih ya kak aku lupa tadi hehe” Wanita itu terlihat sangat bersinar, saat ia menengadahkan kepalanya kearah ku.. sungguh nadi, jantung, apa lagi nafas ku tak lagi bertempo. Angel.. ternyata dia bernama Angel. “mas yang tadi di Gramedia kan?” Tanya nya yang membuat pembuluh darah ini seakan membludak. “I.. iya, mbak yang tadi cari buku hukum ya?” jawab ku agak terbata. “Iya betul, kenalkan nama ku Angel.” Angel menyodorkan jemari lentiknya kepada ku, aku meraih jemari nya yang langsung terbenam karena tertutup jemari ku. “Kenzo.” Saat aku menjawab ia menyimpulkan senyum bak seorang bidadari. Senyum nya merekah indah menghiasi bibir tipis yang berwarna merah jambu. Aku membalas senyuman itu dengan senyuman tertulus yang pernah aku lontarkan.
       “Kamu kuliah dimana Ken?” Tanya Angel. “Oh  aku di IPB, kamu dimana?” Jawab aku yang masih saja merasakan gugup. “Wah keren, jurusan apa? Aku di PAKUAN.” Jawaban yang sangat memuaskan ku karena Angel memberikan senyuman manis itu lagi. “Aku MIPA, kamu jurusan apa?” Senyuman itu masih saja berada di tempatnya. “Aku ambil hukum..” Bibir ku membulat membentuk huruf O kecil dan mengangguk.
Tak terasa detik jam terdengar semakin kencang seakan mengingatkan bahwa sekarang sudah menginjak pukul 20.00 WIB.  waktu terasa sangat cepat saat aku bertukar 1001 cerita dengan Angel. Putri dan Zizi berdehem mengejek kami berdua yang rasanya sudah akrab sekali. “by the way udah malem nih, aku pulang ya Ngel. Nanti main lagi deh kesini.” Pamitku kepada Angel, zizi yang mendengarkan percakapan kami langsung berjalan kearah ku. Putri dan Angel mengantarkan sampai ke depan gerbang. Saat tangan ini sudah melambai dan senyum ku sudah tertarik semaksimal mungkin Angel memanggil nama ku dan berkata “Ken, Hati-hati ya..” rasanya aku mendapat tiupan angina surga. Angel, andaikan kita…
                           ******
“Cie elah hp mulu nih kayanya.” Ledek Deri saat memergoki aku sedang berkirim pesan dengan Angel. “Apaan sih lo Der, biasa aja kali.” Jawab ku sok dingin, padahal agak sedikit deg-degan juga. Ya aku dan Angel sudah dekat sekarang ini. Dimulai dari aku menjemput Zizi kerumah Putri, adik Angel. 2 hari setelah itu, aku mencoba memberanikan diri untuk menghampiri Angel di kediamannya. Kami bertukar nomor handphone, dan sampai sekarang ini komunikasi kami berjalan sangat lancar, apalagi ditambah adanya dukungan dari Putri dan Zizi. Dua gadis kecil yang bisa dibilang berjasa.
Ingin rasanya aku mengungkapkan semua perasaan yang selalu meluap-luap ini. Tapi waktu belum mengizinkan ku untuk melakukannya. Lagipula aku dan Angel baru saling mengenal 1 bulan belakangan ini. Angel, bidadari yang bisa memberikan warna baru di hidupku. Semua nya terasa lebih indah, setiap hari Angel selalu menari dengan elok dipikiran ku. Sudah banyak gencatan yang mengomandokan ku untuk segera menyatakan cinta. Tapi, aku belum berani untuk itu. Ku rangkai rapih semuanya, sampai waktu membuka izinnya untukku.
                                  ******
“Kenzo!” terdengar suara tak asing saat aku melintasi sebuah lorong di kampus ku. Aku mengacuhkan suara itu tapi ada sepotong lengan yang menarik ku. “Kenzo, kamu lagi deket sama cewek? Sama anak PAKUAN?” aku melanjutkan langkah ku, tapi Sonia selalu menghalangi ku. “Kenzo jawab aku!” suara memaksa itu membuat gemas ingin menerkam, sayang dia adalah sosok yang harus aku muliakan, wanita. Akhirnya ku jawab pertanyaan itu “bukan urusan lo.” Lengan itu terus menarik paksa. “kenapa sih lo? Iya gue lagi deket sama cewek anak PAKUAN namanya Angel. Puas? Udah gue jawab kan? Sekarang awas gue mau lewat.” Aku menepis lengan itu, terdengar ocehan yang terus mengarah ke telinga ini. Tapi aku tak peduli, terus melanjutkan langkahku. Sekarang hidup ku Angel, bukan Sonia.
 “Hallo Ngel, pulang kuliah jam berapa? Aku jemput boleh?” ucapku pada Angel yang ada di sambungan telepon. “Hmm.. jam 3 deh kayanya, boleh sih tapi ngerepotin kamu gak Ken?” yes, lampu hijau. Aku berniat untuk menembakan panah asmara ku hari ini. Semoga semua berjalan lancar. Harapku.
Pukul 3 kurang 5 menit aku sudah stand by di parkiran kampus bidadari ku, Angelica Isabelle. Nama itu bahkan lebih indah dari nama bidadari di surga. Dag.. dig.. dug.. jantungku berirama cepat ketika melihat tubuh wanita cantik berhati lembut. “hei udah lama ya?” Tanya Angel yang sedang membenarkan posisi duduknya. “enggak kok, santai aja. Yuk makan sekarang ya.” Angel hanya mengangguk dan tersenyum mengikuti mau ku. Mobil mulai melintasi lalu lintas yang padat, menuju salah satu rumah makan lesehan Sunda yang berada di daerah Pajajaran.
Tanpa sadar ternyata ada sebuah taksi yang menguntit mobil ku. Dan itu adalah Sonia.
“mau pesan apa Ngel?” Tanya ku sesampai di Saung Mirah. “terserah, samain kaya kamu aja deh.” Aku pun memutuskan untuk memesan 2 potong ayam bakar dengan sambal hijau. Makanan sudah tersaji diatas meja, aku dan Angel mulai melahap hidangan tersebut. Ditengah-tengah kami menikmati hidangan tersebut, ada sosok tak diundang yang sangat mengejutkan kami. Sonia.
“Baby Kenzo, ternyata cewek ini selingkuhan kamu? Kamu kan pacar aku Ken..” ucap Sonia yang langsung memeluk ku. “Ih apaan sih lo? Kampungan tau gak?! Denger ya gue sama lo udah putus dari setahun yang lalu!” aku mengelak dari pelukan erat itu. “ken kamu lupa ya kita kan baru balikan tadi.” Angel terlihat sangat kecewa, tetapi ia mencoba untuk tersenyum walaupun sangat terpaksa. “Ken, maaf ya aku pulang duluan gak aku ganggu kamu. Permisi.”
“Angel! Tunggu denger aku dulu Ngel dia bukan siapa-siapa aku. Angel!” aku mencoba mengejar jejak Angel yang melangkah sangat cepat. Namun langkah ku terlambat, Angel sudah menaiki sebuah taksi dan langsung pergi meninggalkan tempat itu.
“Aku pulang sama kamu ya Ken?” pinta Sonia manja, “Sorry gue gak bisa.” Aku langsung menyalakan mesin mobil. Beberapa kali aku menghubungi nomor Angel tetapi hanya terdengar suara operator yang menandakan handphone Angel tidak aktif.
                                  ******
Tiga bulan bergulir begitu cepat. Langit malam ini hitam pekat, tanpa ada bulan dan bintang yang menghiasi angkasa. Angin berhembus kencang membuat bulu kuduk ini merinding kedinginan. Seburuk-buruknya malam ini tak seburuk sore itu bagiku. Tiga bulan sudah tanpa kabar berita dari Angel. Ku coba untuk menyampaikan maaf ku lewat Putri, tapi kata Putri, Angel hanya tersenyum tanpa mengatakan sepatah kata pun.
“Mas.. jangan sedih terus dong.” Zizi menghampiriku di balkon. Tangan mungilnya melingkari tubuhku, hangat, dan membuat ku sedikit lebih tenang. “mas Zizi pernah nonton film percintaan. Ceritanya sama kaya Mas Kenzo dengan kak Angel, rumit. Tapi si cowok memperjuangkan cinta nya dengan segala cara mas. Ia tidak langsung berhasil, si cowok sampe jatuh bangun mas. Sampai akhirnya cinta mereka berdua berakhir indah.”
 “makasih ya dek, aku gak sedih kok.” Ujar ku sambil mengusap rambut halus Zizi. “ya udah, mas Kenzo istirahat gih udah malem. Zizi juga mau istirahat nih. Malam mas Ken..” Zizi mengecup pipi kiri ku dan langsung meninggalkan balkon.
“sampai akhirnya cinta mereka berakhir indah..” kata-kata itu terus mengelilingi tempurung ini. Cinta itu gak akan ada akhirnya Ngel, karena cinta ku buat kamu gak akan pernah ada akhirnya. Aku janji perjuangin semua Ngel.
Tanpa sadar mata ini terpejam, lelap, terbuai mimpi indah tetang bidadari ku. Bidadari Ciheuleut, Angel.
                                  ******
Hari ini hari Sabtu, sama seperti hari pertama kali aku bertemu Angel. Suasana hari ini sangat cerah. Sang surya tersenyum bersahabat. Awan-awan memayungi kota Bogor. Pohon-pohon menjulang tinggi mentransferkan berton-ton oksigen. Aku sudah bersiap-siap untuk memperjuangkan cintaku. Aku akan pergi ke Villa Duta, kediaman bidadari  ku. Mobil ini sudah berjalan pelan meninggalkan pagar rumah. Tiba-terdengar suara Zizi dan Jojo yang memberikan semangat untuk pejuang cinta ini, aku, Kenzo Aditya. Aku tersenyum hangat, mereka membalas. Senyuman ini menyulutkan rasa percaya diri ku. Aku dan Deri bergegas menuju Cileuheut. Bidadari Ciheuleut.
Di tengah perjalanan, awan hitam bermunculan dan membentuk tumpukan-tumpukan. Kilat menyilaukan pandangan ini. Suara petir bergemuruh membuat kuduk berdiri. Hujan pun turun dengan lebatnya. Suasana menjadi sangat gelap, tapi tidak sedikit pun mengurungkan niat untuk memperjuangkan cinta ku. Akhirnya aku sampai di kediaman Angel. Hujan masih mengguyur deras kota Bogor.
Ngel, aku di depan rumah kamu.
Message Send
Ku tunggu hampir 1 jam tapi belum ada balasan juga, akhirnya aku bertekad untuk keluar dari mobil dan menunggu angel di depan gerbang romawinya. “eh jangan keluar Ken ujan deres!” cegah Deri tetapi Ken mengacuhkannya. Ternyata Angel melihatku dari celah jendela kamarnya.  “Ngel aku sayang kamu! Demi Tuhan Sonia Cuma masa lalu aku. Yang aku cinta sekarang Cuma kamu ngel! Ngel aku tau kamu denger aku kan? I love you Ngel!” teriak ku tepat dibawah jendela kamar Angel, tapi Angel tak kunjung turun juga. “Ngel aku janji  disini terus sebelum kamu temuin aku.” Aku mematung di depan rumah Angel, hujan yang mengeroyok raga ini sama sekali tidak ku hiraukan. 2 jam sudah aku berdiri disini, hujan mulai mereda. Tetapi badan ini mulai menggigil, badanku terasa membeku. Demi kamu Angel.
Aku tetap bertahan pada posisi diam, sampai akhirnya Angel berlari menghampiri ku. Angel termenung menatap dalam mata ini. Kilatan matanya membuat tubuh ini lemah, tatapan dalam itu terasa sangat dalam. “Ken, apa yang kamu bilang semua nya bener? Kamu bener-bener cinta sama aku?” Tanya Angel sambil menahan tangis. Tanpa kata apapun aku hanya mengangguk menahan dingin. “kamu janji cinta terus sama aku?” lagi-lagi aku hanya mengangguk dan gigi ini saling beradu karena menggigil hampir beku. “coba ungkapin semuanya lagi!” pinta Angel, lidah yang sudah kelu ini ku paksa kan untuk berucap. Walau terbata setidaknya kata-kata yang keluar masih terdengar jelas. “a..aku..ci..ci..cinta kam..u Angelica Isabelle.”
Angel mengusap pipi ku dengan lembut air mata berlinang, airmata Angel bagaikan butiran mutiara yang jatuh. Angel langsung mendekap tubuh beku ini. “Aku juga cinta kamu Ken. Aku cinta kamu.” Tuhan.. mimpi apa aku semalam?
Hujan deras hanya tinggal rintik gerimis, sang surya pun hadir untuk menghangatkan suasana yang beku. Dan munculah pelangi yang sangat indah, aku mengecup kening Angel dan ku peluk lebih erat lagi. “I love you Bidadari Ciheuleut..” ucap ku, Angel tertawa kecil dan berkata, “I love you too Pangeran Kenzo.”
Deri yang menyaksikan drama romantic dari dalam mobil, langsung keluar dan memberi selamat kepada sahabat sehidup sematinya, aku. Deri ikut bahagia karena aku berhasil memperjuangkan cintaku. Sekarang bukan hanya janji kebersamaan yang harus aku teguhkan tetapi janji untuk terus mencintai Angel selamanya. Suasanya berubah menjadi haru bahagia. Akhirnya sejak hari itu, Angel menjadi milikku.
Aku janji jaga kamu terus Ngel, I Love U bidadari Ciheuleut..

0 comments:

Post a Comment

 

la Belle Template by Ipietoon Cute Blog Design